Search This Blog

Monday, November 2, 2015

Eksklusif: Terkuak, 40% dari Harga Obat Buat Menyuap Dokter

TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Komite Nasional Penyusunan Formularium Nasional Iwan Dwiparahasto mengatakan rata-rata perusahaan farmasi menghabiskan duit untuk mempromosikan obatnya sebesar 40 persen dari total biaya produksi.

Alih-alih untuk beriklan, biaya promosi merupakan uang komisi penulisan resep obat. “Itu untuk membiayai dokter jalan-jalan ke luar negeri, bertanding golf, hingga membelikan mobil,” kata Iwan, yang juga guru besar farmakologi dari Universitas Gajah Mada, kepada Tempo, akhir September lalu.

Saat menelusuri penyebab mahalnya harga obat ini, tim investigasi Majalah Tempo memperoleh puluhan kuitansi yang dikeluarkan sebuah produsen obat saat memberikan uang kepada para dokter.

Ada juga puluhan file berformat Microsoft Excel yang berisi 2.125 nama dokter di Jakarta, Bekasi, Tangerang, Surabaya, Jember, dan Makassar yang diduga menerima suap dari perusahaan itu.

Saat ini ada 205 perusahaan farmasi yang memperebutkan Rp 69 triliun ceruk pasar obat pada tahun ini. Angka itu setiap tahun meningkat. Pada 2000, misalnya, nilai bisnis obat hanya Rp 6 triliun.

Mereka bersaing dengan cara “mendekati” dokter. “Jika dokternya punya banyak pasien, berapa pun uang yang diminta dokter akan dipenuhi,” kata seorang mantan petinggi perusahaan farmasi yang kini tak lagi bekerja di dunia farmasi.

Pada salah satu kuitansi, misalnya, tercantum nama seorang dokter spesialis penyakit dalam yang berpraktek di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Perusahaan farmasi itu menghadiahi si dokter dengan perayaan tahun baru 2014 di Jepang. Di nota agen wisata, perjalanan tersebut bernilai US$ 15.690 atau senilai Rp 170 juta dengan kurs pada masa itu.

Ada lagi kuitansi pada Januari 2014 yang menyebutkan bahwa si dokter menerima Rp 200 juta. Kuitansi itu ia stempel dan ditandatangani. Lalu, pada Januari 2015, ia tercatat menerima Rp 500 juta. Sang dokter sempat membantah menerima uang itu, mengaku setelah ditunjukkan kuitansi pada 2014 tersebut. Menurut dia, itu bukanlah uang suap agar ia meresepkan produk perusahaan farmasi. “Itu uang komisi untuk apotek saya,” katanya, Kamis tiga pekan lalu, di kliniknya.

Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zaenal Abidin, mengakui masih ada dokter yang main mata dengan perusahaan. Padahal sanksi bagi dokter yang melakukan hal itu cukup berat, sampai pencabutan izin praktek. “Dalam etika kedokteran, dokter dibolehkan mendapat sponsorship berupa biaya transportasi, penginapan, dan makan untuk pendidikan berkelanjutan seperti seminar atau symposium,” ujarnya.

Sumber : Tempo

1 komentar:

  1. Sangat disesalkan berita seperti ini terjadi. Saya mempunyai link yang mungkin bermanfaat. Silahkan kunjungi Silahkan dikunjungi Pusat Studi Informasi Kedokteran

    ReplyDelete